Pada akhir-akhir ini diantara ulama yang dibanggakan dan dijuluki oleh golongan Wahabi/Salafi sebagai ahli hadits adalah Syeikh Albani, karena menurut mereka ilmunya tentang hadits 'bagaikan samudera tak bertepi'. Di kalangan Wahabi/Salafi, lelaki satu ini dianggap 'muhaddits' paling ulung di zamannya. Itu klaim mereka. Bahkan sebagian mereka tak canggung menyetarakannya dengan para imam hadits terdahulu. Dari karakteristik cara pengikutnya dalam membanggakan Albani, terkesan seolah Albani sederajad dengan Imam Bukhori pada zamannya. Cukup fantastis. Mereka gencar mempromosikannya lewat berbagai media. Dan usaha mereka bisa dikatakan berhasil.
Sering ditemukan beberapa tahun belakangan ini banyak kitab, buku, artikel, dan postingan di internet yang memuat kalimat : 'disahihkan oleh Syaikh Al Albani'. Padahal selama ini orang setidaknya hanya mengenal redaksi hadits seperti : diriwayatkan oleh 'Syaikhon' (Imam Bukhari dan Imam Muslim), atau 'diriwayatkan oleh Imam Bukhari', 'sahih Bukhari', 'sahih Muslim' dan yang semisalnya dari Imam-imam Muhaddits yang mu'tabar (kredibel).
Kalangan muslim banyak yang tertipu dengan hadits-hadits edaran mereka yang di akhirnya terdapat kutipan, 'disahihkan oleh Albani' itu, sehingga semua hadits bila telah dishohihkan atau dilemahkan dan sebagainya, oleh beliau ini, sudah pasti lebih mendekati kebenaran. Dan dengan munculnya seorang yang dianggap sebagai ahli hadits abad ini, kini muncul istilah baru yang jadi icon dan 'jaminan mutu', apabila sebuah hadits sudah dapat stempel : 'disahihkan oleh Al Albani'. Para salafi itu seolah memaksakan kesan bahwa dengan kalimat itu Albani sudah setaraf dengan Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah dan lainnya. Bahkan mereka menjulukinya sebagai Al-Imam Al-Mujaddid Al 'Allamah Al-Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Sayangnya pemujaan terhadap syaikh yang satu ini tanpa disebutkan dari mana sang Mujaddid wal Muhaddits ini mendapatkan sanad hadits. Meskipun salah satu situs resmi Wahhabi di Indonesia mencoba membantahnya dengan menyebutkan guru-gurunya, namun tidak dapat membuktikan sanad yang muttashil (bersambung) sampai kepada Rasululloh shallallohu 'alayhi wa aalihi wa sallam.
Al Albani adalah ulama dari kalangan "orang-orang yang membaca hadits" dan mencoba mentakhrij hadits-hadits yang disampaikan Imam Bukhari dan Imam Muslim yang merupakan ulama dari kalangan "orang-orang yang membawa hadits" yakni ulama yang mempunyai ketersambungan sanad atau memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Salafush Sholeh yang meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Sedangkan ulama dari kalangan "orang-orang yang membaca hadits" adalah para ulama yang mengaku-aku mengikuti atau hanya menisbatkan kepada salafush sholeh namun tidak bertemu atau bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh. Apa yang mereka katakan sebagai pemahaman Salafush Sholeh adalah ketika mereka membaca hadits, tentunya ada sanad yang tersusun dari Tabi'ut Tabi'in, Tabi'in dan Sahabat. Inilah yang mereka katakan bahwa mereka telah mengetahui pemahaman Salafush Sholeh. Bukankah ternyata itu hanyalah pemahaman mereka sendiri terhadap hadits tersebut
Berkata Habib Munzir al Musawa
Beliau (Albani) itu bukan Muhaddits, karena Muhaddits adalah orang yg mengumpulkan hadits dan menerima hadits dari para periwayat hadits, Albani tidak hidup di masa itu, ia hanya menukil nukil dari sisa buku-buku hadits yang ada masa kini. Kita bisa lihat Imam Ahmad bin Hanbal yang hafal 1.000.000 hadits (1 juta hadits), berikut sanad dan hukum matannya, hingga digelari Huffadhudduniya (salah seorang yg paling banyak hafalan haditsnya di dunia), (rujuk Tadzkiratul Huffadh dan siyar a'lamunnubala) dan beliau tak sempat menulis semua hadits itu, beliau hanya sempat menulis sekitar 20.000 hadits saja, maka 980.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman.
Sebagai perbandingan salah seorang Muhaddits Indonesia, syaikh Muhammad Yasin ibn Muhammad 'Isa al-Fadani memiliki rantaian sanad yang bersambung sampai kepada Rasululloh SAW. Sementara syaikh al Albani dapat dikatakan lebih sebagai kutu buku yang banyak menghabiskan waktu di perpustakaan untuk mempelajari hadits, ketimbang sebagai ahli hadits (Muhaddits). Sebab persyaratan untuk dapat dikatakan sebagai seorang tokoh Ahli Hadits (Muhaddits) amatlah berat.
Setidaknya ada 3 syarat menurut Imam Ibnu Hajr al Asyqolani Asy Syafi'ie :
1. Masyhur dalam menuntut ilmu hadits dan mengambil riwayat dari mulut para ulama, bukan dari kitab-kitab hadits saja.
2. Mengetahui dengan jelas Thabaqat generasi periwayat dan kedudukan mereka.
3. Mengetahui Jarah dan ta`dil dari setiap periwayat, dan mengenal mana hadits yang shahih atau yang Dhaif, sehingga apa yang dia ketahui lebih banyak dari pada yang tidak diketahuinya, juga menghapal banyak matan haditsnya.
Hadits terdiri dari dua disiplin ilmu, yaitu Ilmu Dirayat dan Ilmu Riwayat. Ilmu Dirayat lebih dikenal dengan ilmu Mushtalah Hadits yang membahas status hadits terkait sahih, hasan, dlaif atau maudlu'nya. Sementara ilmu Riwayat berkaitan dengan sanad hadits sampai kepada Rasulullah Saw. Kedua disiplin ilmu ini tidak dapat dipilih salah satunya saja bagi ahli hadits, keduanya harus sama-sama mampu dikuasai. Sebagaimana yang dikutip beberapa kitab Musthalah Hadis terkait pengakuan Imam Bukhari bahwa beliau hafal 300.000 hadis, yang 100.000 adalah sahih dan yang 200.000 adalah dlaif, maka Imam Bukhari juga hafal dengan kesemua sanadnya tersebut. (Syarah Taqrib an-Nawawi I/13)
Imam Bukhari hafal 600.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya dimasa mudanya, namun beliau hanya sempat menulis sekitar 7.000 hadits saja pada shahih Bukhari dan beberapa kitab hadits kecil lainnya, dan 593.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman, demikian para Muhaddits besar lainnya, seperti Imam Nasai, Imam Tirmidziy, Imam Abu Dawud, Imam Muslim, Imam Ibn Majah, Imam Syafii, Imam Malik dan ratusan Muhaddits lainnya.
Muhaddits adalah orang yang berjumpa langsung dengan perawi hadits, bukan jumpa dengan buku-buku, tapi Albani hanya jumpa dengan sisa-sisa buku hadits yang ada masa kini.
Albani bukan pula Hujjatul Islam, yaitu gelar bagi yang telah hafal 300.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya, bagaimana ia mau hafal 300.000 hadits, sedangkan masa kini jika semua buku hadits yang tercetak itu dikumpulkan maka hanya mencapai kurang dari 100.000 hadits.
Al Imam Nawawi itu adalah Hujjatul islam, demikian pula Imam Ghazali, dan banyak Imam Imam Lainnya.
Albani bukan pula Alhafidh, ia tak hafal 100.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya, karenanya ia banyak menusuk fatwa para Muhadditsin, sehingga menunjukkkan ketidak fahamannya akan hadits-hadits tersebut.
Albani bukan pula Almusnid, yaitu pakar hadits yang menyimpan banyak sanad hadits yang sampai ada sanadnya masa kini, yaitu dari dirinya, dari gurunya, dari gurunya, demikian hingga para Muhadditsin dan Rasul SAW, orang yang banyak menyimpan sanad seperti ini digelari Al Musnid, sedangkan Albani tak punya satupun sanad hadits yang muttashil.
Berkata para Muhadditsin, "Tiada ilmu tanpa sanad" maksudnya semua ilmu hadits, fiqih, tauhid, alqur'an, mestilah ada jalur gurunya kepada Rasulullah SAW, atau kepada sahabat, atau kepada Tabiin, atau kepada para Imam Imam, maka jika ada seorang mengaku pakar hadits dan berfatwa namun ia tak punya sanad guru, maka fatwanya mardud (tertolak), dan ucapannya dhoif, dan tak bisa dijadikan dalil untuk diikuti, karena sanadnya Maqtu.
Berikut diantara penyimpangan-penyimpangan Albani yang dicatat para ulama :
§ Menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, Almukhtasar al Uluww, hal. 7, 156, 285.
§ Pengkafiran terhadap orang-orang yang bertawassul dan beristighatsah dengan para nabi dan orang-orang soleh seperti dalam kitabnya "at-Tawassul" .
§ Menyerukan menghancurkan Kubah hijau di atas makam Nabi SAW (Qubbah al Khadlra') dan menyuruh memindahkan makam Nabi SAW ke luar masjid, Tahdzir as-Sajid, hal. 68-69.
§ Mengharamkan penggunaan tasbih dalam berdzikir, Salsalatul Ahadits Al-Dlo'ifah, hadits no: 83.
§ Mengharamkan ucapan salam kepada Rasulullah ketika shalat dengan kalimat 'Assalamu 'alayka ayyuhan-Nabiyy'. Dia berkata: Katakan "Assalamu 'alannabiyy" alasannya karena Nabi telah meninggal, "Sifat shalat an-Nabi".
§ Memaksa umat Islam di Palestina untuk menyerahkan Palestina kepada orang Yahudi, Fatawa al Albani.
§ Mengharamkan Umat Islam mengunjungi sesamanya dan berziarah kepada orang yang telah meninggal di makamnya, Fatawa al Albani.
§ Mengharamkan bagi seorang perempuan untuk memakai kalung emas, Adaab az-Zafaaf .
§ Mengharamkan umat Islam melaksanakan solat tarawih dua puluh raka'at di bulan Ramadan, Qiyam Ramadhan, hal.22.
§ Mengharamkan umat Islam melakukan shalat sunnah qabliyah jum'at, al Ajwibah an-Nafiah.
"Apabila akhir umat ini melaknat generasi awalnya, maka hendaklah orang-orang yang mempunyai ilmu pada ketika itu menzahirkan ilmunya, sesungguhnya orang yang menyembunyikan ilmunya pada waktu tersebut umpama seseorang yang menyembunyikan apa yang telah diwahyukan kepada (Sayyidina) Muhammad sallallahu alihi wasallam" [Imam Al-Bukhari - Kitab Tarikh 2/1/180]
Sumber:Generasi Salaf
No comments:
Post a Comment